Setelah beberapa hari berbagi kebahagiaan dengan mama-mama di Ilu, kami kembali ke Wamena melalui jalan darat.
Suasana pagi hari saat meninggalkan Ilu... oh, andai udara segar itu bisa kubawa..
Kali ini kondisi jalan lumayan parah karena selama kami di Ilu hujan turun setiap sore atau malam hari... becek di beberapa tempat. Satu mobil sempat tertahan di lumpur, untung tidak lama sudah bisa terbebas dari lumpur dan perjalanan bisa dilanjutkan tanpa hambatan.
Sembilan jam melintasi lereng-lereng gunung, menyeberangi sungai, menembus kabut di ketinggian di atas 3000 meter di atas permukaan laut... dan melalui hutan purba yang membuat kami seakan-akan berada di jurasic park... perjalanan yang tak terlukiskan indahnya.
Di Wamena kami tertahan selama dua hari karena kesulitan mendapatkan tiket pesawat ke Jayapura. Yah..., maklum menjelang libur Natal dan Tahun Baru.
Waktu yang ada tentu saja kami manfaatkan berjalan-jalan ke pasar Jibama... pasar terbesar di Wamena. Di sana aku menjumpai beberapa anak muda yang menjual kalung manik-manik.
Ternyata mahal juga. Untuk seuntai manik-manik plastik dihargai antara Rp. 50.000,- s/d Rp. 100.000,- . Yang dihiasi kulit batang anggrek dengan fokal taring babi harganya Rp. 200.000,- Akhirnya aku putuskan membeli kalung chocker dari seedbeads seharga Rp. 75.000,- .... ceritanya ingin ikut memajukan perekonomian masyarakat lokal di situ.
Selain ke Pasar Jibama, tentunya kami juga menyempatkan diri menikmati kuliner khas Wamena... Udang Selingkuh.. hahaha.. ini sebenarnya adalah sejenis lobster air tawar yang bahasa kerennya adalah Crayfish. Bentuknya memang seperti lobster, hanya saja capitnya kecil. Rasanya? ENAK!!! tak ada duanya. Disebut udang selingkuh karena rasa dan bentuknya yang merupakan perpaduan udang dan kepiting.
Dari Wamena, perjalanan pulang melalui Jayapura. Aku dan seorang teman memutuskan untuk singgah di Biak, sebuah kota kecil di atas pulau karang indah.
Di sini kami mengunjungi beberapa tempat, sekaligus bernostalgia sedikit, karena lebih dari 15 tahun lalu aku tinggal dan bekerja di Biak selama hampir 4 tahun.
Bosnik di Biak Timur adalah yang pertama kami kunjungi. Beruntung saat itu adalah hari pasar... Layaknya pasar, ada yang jual makanan tentunya... hahaha.. selain pencinta perhiasan, aku juga pencinta makanan..
Paket Nasi ketupat kuning dengan sayur daun/bunga pepaya dan ikan, singkong barapen.. yang merupakan singkong parut dibumbui parutan kelapa dibungkus daun pisang dan dibakar sampai matang, ada juga cumi bumbu rica... enak deh pokoknya! hahahaa..
Dan ini yang agak berbeda... di pasar ada yang jual assessories juga!!! dan tentunya disesuaikan dengan potensi bahan yang mudah didapat disana... kerang-kerangan and hasil laut lainnya.
Tekniknya sederhana, tapi tak kalah indah hasilnya.. dan lihat meja pajangannya... tak kalah dengan para peserta pameran perhiasan di kota-kota besar kan?
Manik-manik kerang, manik duri landak laut, manik beras alias seedbeads... dan mulailah saya berkhayal... kalau saja ada waktu dan kesempatan, ingin rasanya berbagi kebahagiaan meronce manik-manik dengan mama-mama di Biak juga... mudah-mudahan suatu saat nanti Tuhan beri kesempatan.
Yang seperti garpu di foto kanan atas itu adalah sisir tradisional yang terbuat dari bambu. Menarik dan unik yaaa...? Selain anting-anting dan kalung, ada juga hiasan konde, jepit rambut... dan yang seperti pundi-pundi itu adalah tempat kapur untuk makan pinang. Dan lihat... memanfaatkan botol plastik bekas minuman... Oh, oh, oh... angkat topi saya untuk mama-mama di Biak! kreatif memanfaatkan barang bekas menjadi pundi-pundi kapur sirih yang indah.
Dari pasar Bosnik, kami singgah di pantai putih tak jauh dari pasar... menikmati suasana pantai. Disini aku menemukan sesuatu yang tak terduga... sea-glass!!
Rupanya pantai ini juga merupakan tempat kaum muda berkumpul yang sering membawal botol minuman dari kaca untuk dinikmati di pantai. Pecahan-pecahan botol kaca tersebut lama kelamaan tergerus pasir dan air laut... seperti diampelas oleh alam... sehingga menjadi buram dan doff. Saya kumpulkan beberapa yang sudah mulai doff permukaannya... hihihi, senangnyaaa... kalau mau serius mencari bisa tuh dapat satu karung. Cuma hati-hati, harus menggunakan alas kaki karena banyak pecahan botol kaca yang masih tajam. Perlu bertahun-tahun untuk pecahan kaca tersebut berubah menjadi doff dan tidak tajam lagi. Harta karun tak terduga di pantai Bosnik Biak.
Dari pantai Bosnik, kami mengunjungi Monumen Perang Dunia Kedua yang didirikan oleh Pemerintah Jepang untuk mengenang tentara mereka yang gugur di Biak saat Perang Dunia Kedua.
Di dalam monumen terdapat abu tujuh serdadu Jepang. Setiap tahun keluarga mereka menyambangi monumen itu dengan membawa beberapa benda kenangan dan burung bangau kertas yang digantung di kotak penyimpanan abu mereka. Indah sekali yah? dan sekaligus mengharukan.
Sebenarnya banyak lagi tempat-tempat di Biak yang kami kunjungi... Taman Burung, Pantai Biak Barat, Pantai dan air terjun di Biak Utara.... Indonesia memang indah!! Tapi yang ada hubungannya dengan perhiasan, permanikan, dan craft ya tiga tempat di atas. Mudah-mudahan di masa depan diberi kesempatan berkunjung kesana lagi.. Amin!
Sekali lagi, terima kasih banyak untuk teman-teman yang sudah berbaik hati mendonasikan manik-manik untuk mama-mama di Ilu... mereka titip salam dan beribu-ribu ucapan terima kasih... Lili Krist Manik Jawa, Mikko Wiropati, Febrini A. Risyad, Isworo Larasati, Tanti Saraswati, Tanty Sri Hartati.... Tuhan memberkati niat baik teman-teman semua. Mudah-mudahan foto-foto dalam rangkaian artikel ini bisa sedikit memuaskan kesetiakawanan teman-teman akan saudara kita di Papua.
<tamat>
Kisah perjalanan saya, Esterina Jagiella, selama hampir tiga minggu di Pulau Papua pada bulan Desember 2013.